Rabu, 17 November 2010

Transplantasi Ginjal
RACIKAN KHUSUS - Edisi April 2007 (Vol.6 No.9)
________________________________________
Paling Jelek & Paling Kecil untuk Didonorkan
Kendala transplantasi ginjal di Indonesia masih tinggi. Tidak hanya biaya, namun juga ketersediaan donor. Padahal, tranplantasi adalah pilihan terbaik untuk penderita gagal ginjal

Penyakit ginjal kronik yang sudah masuk stadium 5 dengan gejala dan tanda uremia memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis atau transplantasi. Dialisis terdiri dari hemodialisis dan dialisis peritoneal. Dialisis peritoneal dilakukan dengan menggunakan peritoneum sebagai membran semipermeabel. Darah yang mengalir pada pembuluh di peritoneum dialirkan dengan cairan dialisat di kavum Douglasi dan diharapkan akan terjadi ultrafiltrasi.
Sedangkan hemodialisis secara langsung mengalirkan darah pembuluh ke dalam mesin untuk disaring dengan membrane dan cairan dialisat.

Dialisis peritoneal merupakan teknik yang masih dipakai di beberapa rumah sakit karena tidak membutuhkan peralatan canggih seperti hemodialisis, dengan biaya yang relatif murah. Namun, tidak semua kasus dapat diatasi dengan dialisis peritoneal. Terapi ini terutama digunakan untuk gagal ginjal akut, pediatrik, geriatrik, atau pasien gawat darurat. Untuk kebanyakan kasus gagal ginjal, hemodialisis lebih optimal untuk dilakukan.

Dijelaskan Prof. DR. Dr. Endang Susalit SpPD-KGH, Kepala Divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, meski transplantasi ginjal adalah yang paling ideal, namun bukan berarti dapat dipastikan pasien langsung sembuh setelah mengalami prosedur cangkok. "Tetap diperlukan kontrol teratur dari pasien," ujar Endang. Tapi, transplantasi ginjal lebih unggul baik dari segi prosedur, kualitas hidup, ketergantungan pada fasilitas medik, dan biaya. "Pasien dengan cangkok ginjal tidak merasa lagi sakit ginjal dan dapat hidup dengan normal," ujarnya.

Transplantation The Best
Di Indonesia, transplantasi ginjal pertama kali dilakukan di RSCM tanggal 11 November 1977, yang dipimpin oleh Prof. Otta dari Tokyo dengan ginjal donor berasal dari adik pasien. DR. Dr. David Manuputty, SpB, SpU(K) mengungkapkan Prof. Otta membantu cangkok ginjal pada 2 pasien pertama di RSCM. Operasi ketiga baru dilakukan seluruhnya oleh anak bangsa. Pasien ketiga yang menerima transplantasi ginjal adalah seorang dokter yang bernama Anom pada tahun 1978. Hingga saat ini Dr. Anom masih hidup dan merupakan pasien terlama yang mengalami cangkok ginjal. "Saat menjalani operasi itu, dokter Anom baru saja lulus kuliah kedokteran," kata David. Hal ini membuktikan bahwa transplantasi ginjal merupakan terapi yang terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi gagal ginjal.

Untuk pendonor, tidak ada yang perlu dikhawatirkan hidup dengan satu ginjal. "Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan menjadi donor karena setiap orang bisa tetap hidup normal dengan satu ginjal," kata David. "Bahkan anggota TNI pun bisa tetap melakukan aktivitas seperti biasa setelah memberikan ginjalnya." Pendonor pada operasi transplantasi pertama di Indonesia tahun 1977, Luciana Tjiusnoyo, hingga saat ini masih tampak sehat dan hidup normal dengan satu ginjal. Saat itu Luci memberikan ginjalnya pada kakaknya, Fredy Tjiusnoyo. Tidak salah jika David selalu menekankan tidak ada kerugian dengan mendonorkan ginjal. Pasalnya, sejak tahun 1977 baru 500 cangkok ginjal yang telah dilakukan. Padahal, ada 70 ribu pasien gagal ginjal di Indonesia yang dapat diterapi dengan cangkok ginjal. Keterbatasan donor menjadi salah satu penyebab transplantasi sulit dilakukan. Jumlah donor di Indonesia masih sangat kecil, hanya 15 donor ginjal per tahunnya, dibandingkan dengan 2.000 kasus baru penyakit ginjal kronik tahap akhir per tahunnya.

Data di atas menggambarkan kondisi yang sama dengan apa yang dipaparkan dalam The Triennial Conference of The Asian Society of Transplantion (CAST) tahun 2005, bahwa dari kebutuhan 73 ribu ginjal di Negara berkembang hanya terpenuhi 36 persen. Sedangkan kebutuhan Negara dunia ketiga akan 350 ribu ginjal hanya terpenuhi sbanyak 1,6 persen.

The Burden of Cost
Kendala lain untuk melakukan transplantasi ginjal adalah dari sisi biaya. Cukup banyak pasien yang tidak memiliki biaya transplantasi, meski sudah ada keluarga yang mau menjadi donor.

Namun menurut Dr. Indrawati Sukadis, Koordinator Tim Transplantasi Ginjal RS Cikini, biaya transplantasi ginjal di dalam negeri lebih rendah dibandingkan di luar negeri. "Subsidi biaya operasi transplantasi dan sebagian obat imunosupresif dari ASKES meringankan beban biaya transplantasi," ujarnya. Indrawati mendapatkan kesimpulan tersebut dari penelitian yang dilakukan bersama koleganya dengan mewawancarai 20 pasien pasca transplantasi ginjal antara tahun 1996 hingga 2006. Sebanyak 15 pasien menjalani transplantasi di dalam negeri (10 orang di RS Cikini dan 5 pasien dari rumah sakit lainnya), dan 5 pasien menjalani transolantasi di luar negeri yaitu China dan Singapore. Data yang dicatat adalah total biaya transplantasi ginjal termasuk biaya persiapan, perawatan preoperative, operative, dan pasca operative, lama perawatan, dan summer donor. Namun tidak termasuk obat imunosupresif, obat induksi, obat kegawatan, dan HD bila diperlukan.

Persiapan transplantasi ginjal di RS dalam negeri berkisar dari Rp 28,5 hingga Rp 35 juta. Total biaya transplantasi di dalam negeri adalah Rp 80 hingga Rp 250 juta. Padahal untuk biaya total transplantasi di luar negeri akan menghabiskan biaya sebesar US$ 11 – 62 ribu atau sekitar Rp 100 hingga Rp 570 juta

Klasik dan Modifikasi
Pusat transplantasi ginjal di Indonesia tersebar di 11 tempat diantaranya RS Cikini tercatat telah melakukan transplantasi sebanyak 277 kali, RSCM 35 kali, RS Kariadi 48 kali, RS Gatot Subroto 49 kali, RS Sutomo 31 kali, RS Sardjito 32 kali, RS Pringhadi 2 kali.

David mengatakan, sebelum operasi harus dilakukan beberapa persiapan, yaitu evaluasi medik, etik, dan legal yang dilakukan oleh nefrologi. Selanjutnya menentukan sisi ginjal donor, dan dipilih fosa iliaka kanan resipien, kecuali terdapat kelainan pada sisi kanan. "Ginjal yang diambil untuk didonorkan adalah ginjal yang paling jelek dan paling kecil," ujar David. Pencitraan donor dilakukan dengan BNO-IVP, aortografi, arteriografi selektif, dan CT-angiografi. "CT-Angiography 3 dimensi dengan dan tanpa kontras memberikan hasil yang memuaskan dalam identifikasi batu, gambaran anatomi ginjal-collecting system dan vaskularisasi. Prosedur ini mempunyai morbiditas minimal," kata David.

Setelah ginjal diambil, harus segera dilakukan 'penanaman' pada resipien. "Bahkan dengan suhu ruang yang sudah diturunkan menjadi 4°C, metabolisme ginjal masih sepuluh persen," ujar David.

Teknik transplantasi ginjal di Indonesia awalnya dilakukan dengan menggunakan teknik klasik. "Kira-kira pada 20 kasus pertama," ujar David. Pada teknik itu, ginjal kanan disambungkan dengan iliaka kiri dan ginjal kiri dengan iliaka kanan. Anastomosis arteri terlebih dahulu. Sedangkan arteri renalis disambungkan end to end ke arteri iliaka interna dan vena renalis disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna. "Pada teknik klasik ini harsu membongkar lebih banyak dan bukaan yang terlalu luas timbul. Efeknya, komplikasi seperti perdarahan bisa timbul," kata David.

Teknik yang banyak digunakan sekarang adalah teknik modifikasi. Ginjal kiri atau kanan disambungkan ke iliaka kanan. "Alasannya, karena pembuluh darah lebih superficial, lebih ke permukaan," kata David. Pada teknik modifikasi dilakukan vena dianastomosis lebih dahulu. Vena renalis disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna dan arteri renalis disambungkan end to side ke arteri iliaka eksterna. Maka, teknik modifikasi lebih baik daripada teknik klasik karena waktu pengerjaan lebih singkat. "Jika operasi dimulai pukul 08.00 maka pukul 11.30 sudah selesai," kata David. Dengan teknik modifikasi akan lebih sedikit komplikasi yang terjadi, terutama hematoma.

Hematoma merupakan komplikasi yang sering terjadi. David mengatakan dari 305 operasi cangkok ginjal, hematoma terjadi pada 11 kasus atau sebesar 3,6 persen. Di urutan kedua adalah stenosis ureter sebanyak 6 kasus atau 1,5 persen. Nekrosis ureter distal sebanyak 4 kasus atau 1,2 persen, emboli paru dan stenosis arteri renalis masing-masing sebanyak 1 kasus atau 0,3 persen.

Donor Keluarga, Lebih Berhasil
Risiko pasti akan ada dalam setiap tindakan transplantasi. Dengan ditanamkan organ baru, maka akan dianggap benda asing oleh tubuh. Sistem imun membuat antibody mencoba membunuh organ baru, meski menguntungkan tubuh. Medikasi diberikan agar system imun menerima hasil tranplan dan bukan menganggapnya benda asing. Obat yang diberikan antara lain cyclosporine, tacrolimus, azathioprine, mycophenolate mofetil, prednisone, OKT3, dan antithymocyte Ig (ATGAM).
Dr. Indrawati Sukadis, mengatakan, tingkat keberhasilan operasi ginjal lebih tinggi bila donor berasal dari seseorang yang memiliki pertalian darah (related donor). "Keberhasilan mencapai 90 persen," ujarnya.
Menurut catatan David, 233 kasus transplantasi berasal dari donor hidup related dan 44 non-related. Dari kasus non related itu, sebanyak 6 kasus adalah donor ginjal yang berasal dari istri kepada suaminya. Sedangkan tidak ada kasus dengan donor yang berasal dari cadaver.